Metapers.com - Secara umum sejarah Arab terbagi
atas tiga periode dan masyarakat Jahiliyah ini periode yang kedua. Jazirah Arab
secara geografis terdiri dari pada pasir dan tanah subur. Kawasan padang pasir
yang mendominasi adalah orang arab sehingga menciptakan karakeristik
orang-orang yang keras . tetapi, padang pasir ini di kelilingi oleh oase-oase
yang berjumlah terbatas. Sehingga menyebabkan corak hidup yang sangat primitif
di zaman jahiliyah ( wildana wargadinata dan laily fitriani, 2008:45).
Istilah “ Jahiliyah “ biasanya
di artikan dengan masa kebodohan kehidupan barbar . kata arab ini di dalam
kamus bahasa indonesia diterjemahkan dengan “ kebodohan “ (Risa Agustin,
TT:273) . Dalam bahasa arab جهل – يجهل – جهلا و جها
لة bermakna “ tidak tahu , bodoh, pandir “ ( ahmad warson
munawwir, 1984:219). sebenarnya masyarakat jahiliyah itu tidak
seperti yang kita anggap bahwasannya orang yang hidup pada masa itu orangnya
bodoh. Padahal mereka juga memiliki peradaban yang tinggi .
Masyarakat jahiliyah itu berada
di wilayah arab utara terutama hijaz . Negeri Hijaz tidak pernah di jajah atau
di pengaruhi oleh negara lain . salah satu konsep keagamaan yang di kenal di
kawasan Hijaz adalah konsep tentang Tuhan . Bagi masyarakat hijaz Allah
merupakan Tuhan yang paling utama meskipun bukan satu-satunya. Kondisi
ekonominya mengikuti kondisi sosial yang bisa di lihat dari jalan kehidupan
bangsa arab ( syaikh syafiyurrahman al-mubarakhful, 2009 : 34). Kebudayaan
mereka yang sangat terkenal dalam hal puisi mereka sangat kaya akan bahasa dan
berperan penting dalam hal menyebarkan puisi.
Kita berpandangan bahwasannya
masyarakat jahiliyah itu adalah makhluk yang tidak berguna dan masyarakat bodoh
. Padahal sejarah mencatat bahwa merekalah kemudian membuat sejarah dunia yang
mengagumkan bahkan merekalah yang telah meningkatkan kebudayaan umat manusia
setelah mereka memeluk islam ( wildana wargadinata dan layli fitriani , 2008:60
).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
Sumber Adab al Arabi?
2. Faktor
faktor apa yang mempengaruhi adab al Adabi?
1.3 Tujuan penulisan makalah
1. Untuk
mengetahui apa saja sumber adab al Arabi
2. Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi adab al Adabi
Sumber Adab al Adabi
2.1.1
Al Qur’an
Al
Quran diturunkan kepada Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai
mu'jizatnya, untuk mengeluarkan manusia dari zaman kegelapan menuju zaman
cahaya yang terang benderang, menunjukan kepada jalan yang benar, menyeru agar
beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subahanallahu wa Ta'ala, tiada
sekutu bagi-Nya, serta mengingatkan kita juga agar waspada terhadap hari kiamat
dengan hal-hal yang sifatnya dekat terhadapnya.
Bahasa arab dan Al Quran adalah satu
kesatuan yang tak bisa dipisahkan karena al Quran itu sendiri diturunkan dengan
bahasa Arab dimana Allah Subahanallahu Wa Ta'ala telah memilihnya
sebagai bahasa Al Quran, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
"Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (QS.
Yusuf: 2)
قُرْآنًا
عَرَبِيًّا غَيْرَ ذِي عِوَجٍ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
"(Ialah) Al Qur'an dalam
bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka
bertakwa." (QS. Az-Zumar:28)
وَكَذَلِكَ
أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ
"Dan demikianlah Kami
menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan
berulang kali di dalamnya sebagian dari ancaman". (QS. Thaha: 113)
Itulah
sebagian dari ayat Al Quran yang menerangkan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa
yang digunakan Al Quran, dimana bahasa arab mempunyai derajat yang tinggi
diantara bahasa dunia lainnya.
Al Quran
sangat berpengaruh sekali terhadap bahasa (arab), dimana keduanya sudah menjadi
kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Berikut beberapa pengaruhnya terhadap bahasa
arab:
a) Dengan adanya Al Quran, maka bahasa Arab akan
senantiasa terjaga kefasihannya, dan akan tetap kekal karena Al Quran itu
sendiri senantiasa terjaga, sebagaimana Allah berfirman:
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an,
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (QS. Al Hijr: 9)
b) Adanya qowaidh lughah dalam Al Quran, dengan
begitu Al Quran akan terjaga dari lahn (kekeliruan) dalam
segi i'rab dimana lahn itu sendiri adalah pemicu utama terjadinya
rumitnya bahasa. Dari situ pula ada ilmu Nahwu yang berfungsi menjaga kata-kata
yang keliru dalam membacanya
c) Dengan adanya Al Quran, bahasa Arab menyebar ke
seluruh penjuru dunia, dimana pada masa awal kenabian, Al Quran tersiar hanya
di Syibh Jazirah Arab, kemudian dengan dakwah Rasul, Al Quran bersama
bahasa arab tersiar ke seluruh jazirah arab.
d) Banyaknya ilmu bahasa Arab, dimana ilmu-ilmu tersebut
membantu terjaganya Al Quran, seperti tafsir dan pemahamannya, fiqih dan
hukumnya, ilmu qiraat dan tajwidnya, serta 'i'jaz Al Quran dimana menjadi
penyebab munculnya ilmu balaghah (maani, badi', dan bayan).
Sebelum
turunnya Al Quran, para penyair serta kaumnya pada zaman jahili sangat fanatik
terhadap apa yang mereka sembah. Apalagi dengan penyairnya yang senantiasa
melantunkan syair buatannya sendiri dengan bermaksud membesarkan Tuhan yang
disembahnya, sehingga para kaumnya pun tersihir dengan lantunan syair tersebut.
Selain itu, para penyair jahili pun selalu melantunkan syair yang bertentangan
dengan Al Quran, baik dari sisi akhlaq yang buruk, aqidah yang melenceng, adat
budaya, serta kefanatikan leluhur mereka yang senantiasa mereka jaga. Setelah
Al Quran diturunkan Allah Subahanallahu Wa Ta'ala kepada Nabi
Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka semua perihal pada zaman
jahili berubah sedikit demi sedikit.
2.1.2 Hadits Rasulullah SAW
Jika dilihat dari sastra yang
berupa natsr (kalimat bahasa arab yang indah, yang bukan berupa
syair), Rasululllah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah orang yang
pertama yang membuat natsr dari al Quran di dalam hadits-haditsnya, khutbah, di
dalam lafadz beliau yang halus, di dalam maknanya yang mulia yang mendorong
kepada perbuatan kebajikan dan melarang kepada perbuatan keburukan, dan di
setiap perbuatannya yang senantiasa dilakukan dengan mengamalkan syariat islam,
serta dalam ucapan yang berupa amtsal yang maknanya diambil dari Al
Quran. Dari situlah para sahabat mengikuti jejak rasul dari segala perbuatan
rasul serta berusaha keras agar senantiasa apa yang mereka ucapkan dan apa yang
mereka perbuat mengandung pengamalan terhadap al Quran dan hadits-hadits
rasulnya.
2.1.3 Atsar Sahabat
Dilihat
dari sastra yang berupa syair, banyak syair yang yang telah dipengaruhi oleh Al
Quran pada masa shadr al Islam (awal kenabian rasul), baik dari makna
Al Quran maupun makna pengamalannya. Diantara penyair tersebut adalah: Hasan
bin Tsabit, Ka'ab bin Malik, Abdullah bin Rowahah. Mereka tidak membuat syair
yang mengandung kebanggaan terhadap kaumnya
sendiri, riya' dan sum'ah. Akan tetapi, mereka membuat
syair yang berisikan tentang jihad di jalan Allah serta peperangan kaum
muslimin. Jika membaca syair tentang peperangan buatan mereka, maka akan terasa
indahnya nuansa keimanan dan keagungannya serta sudah tidak ada lagi kandungan
syair pada zaman jahili.
Lain
daripada itu, banyak pula terdapat syair-syair yang berisikan tentang
ketaqwaan, amal shalih, tentang shalat, shadaqoh, dan yang lainnya yang
merupakan perintah dari Allah Subahanallahu wa Ta'ala. Adapula syair yang
berisikan tentang syurga dan neraka, dan hari akhir dimana belum pernah dibuat
pada masa zaman jahili sebelum al Quran diturunkan, sebagaimana syair yang
dibuat oleh 'Urwah bin Uzaynah:
لقد علمت وما الإسراف في طمع أن
الذى هو رزقي سوف يأتينى
أسـعى
له فيـعنـينى تطــلبه ولو قعـدت أتـانى لا يعـنينى
Terdapat
banyak pula syair yang iqtibas (mengambil maknanya saja) dari ayat al
Quran, bahkan hampir persis dengan lafadz ayatnya, seperti perkataan penyair:
يسقيه
ربي حمـيم المهـل يجرعـه يشوى الوجوه فهو فى بطنه نار
Yang hampir sama dengan firman Allah Subahanallahu
wa Ta'ala:
وَإِنْ
يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ
"Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan
diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
muka."
Dan salah satu 'A'rab berkata:
ومـا
هذه الأيـام إلا مـعارة فما اسطعت من معروفها فتزود
فإنك
لا تـدرى بأبـة بلـدة تموت ولا ما يحدث الله فى غد
Yang hampir sama dengan firman Allah Subahanallahu
wa Ta'ala:
وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ
تَمُوتُ
"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati." (QS. Luqman: 34)
Syair-syair
diatas adalah sebagian syair yang berisikan tentang nuansa keislaman, baik
diambil dari makna al Quran maupun hadits rasul. Namun sebagian para sahabat
pada masa itu ada yang tidak sepakat dengan kemiripan para penyair ketika
syairnya dibuat hampir sama dengan al Quran dari sisi shouti (suara)
dan iqo'at fawashil (jeda berhentinya yang sama dengan lafadz ayat Al
Quran).
2.1.4 Syair Jahili
Pada masa
jahiliyah ini,jenis sastra yang paling terkenal dikalangan masyarakat adalah
syair. Sebab syair memiliki kedudukan yang penting dan memberi pengaruh yang
kuat sehingga setiap kabilah saling berbangga dengan kemunculan seorang penyair
handal dari kalangan mereka, mereka pun kerap kali mengadakan acara khusus
untuk menyaksikan dan menikmati syair-syair tersebut.
Selain
itu, sastra jenis ini begitu sangat menonjol dikalangan masyarakat
jahiliy karena syair memiliki puncak keindahan dalam sastra. Sebabsyair adalah
gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal. Para
penyair pada zaman jahiliyah mewakili kelas tedidik (intelegensia),
karena sya’ir dalam bahasa Arab memiliki arti al-‘ilm (pengetahuan).
Puisi
pada zaman jahiliyah diartikan sebagai kata-kata yang berirama dan berqafiah
yang mengungkapkan imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang
mengesankan lagi mendalam.
Jenis-jenis syair pada masa jahiliyah :
1. Al-Madh atau
pujian.
2. Al-Hija’ atau
cercaan.
3. Al-Fakhr atau
membangga.
4. Al-Hamaasah atau
semangat yakni untuk membangkitkan semangat ketika ada suatu peristiwa semacam
perang atau membangun sesuatu
5. Al-Ghozal atau
ungkapan cinta bagi sang kekasih
6. Al-I’tidzar atau
permohonan maaf.
7. Ar-Ritsa’ atau
belasungkawa
8. Al-Washf
atau pemerian yaitu penjelasan perhadap sesuatu dengan sangat simbolistik dan
ekspresionistik.
Contoh puisi pada masa ini
adalah:
والريح تسأل من انا
انا روحها الحيران أنكرنى الزمان
انا مثلها فى لا مكان
نبقى نسير ولا انتها
نبقى نمر ولا بقاء
إذا بلغنا المنحنى
خلناه خاتمة الشقاء
فإذا فضاء
Angin bertanya, siapa aku
Aku adalah jiwanya yang bingung,
diingkari zaman
Aku seperti dirinya, tidak punya
tempat
Selalu berjalan, tanpa akhir
Selalu berlanjut, tanpa henti
Bila aku sampai di tikungan,
Aku mengira, itu adalah akhir
penderitaan
Tapi, itu ternyata tanah lapang
Faktor
faktor yang mempengaruhi Adab Arabi
Istilah jahiliyah yang biasanya
diartikan sebagai “masa kebodohan” atau “ kehidupan barbar”, sebenarnya berarti
bahwa ketika itu orang-orang Arab tidak memiliki otoritas hukum, nabi, dan
kitab suci. Pengertian itu dipilih karena kita tidak bisa mengatakan bahwa
masyarakat yang berbudaya dan mampu baca tulis seperti masyarakat Arab selatan
disebut sebagai masyarakat bodoh dan barbar. Karena keinginannya yang kuat
untuk memalingkan masyarakat dari gagasan-gagasan keagamaan pra-Islam, terutama
tentang penyembahan berhala, Muhammad yang menganut paham monoteisme akhirnya
mendeklarasikan bahwa agama baru yang ia bawa menghapus semua agama sebelumnya,
belakangan hal itu dimaknai sebagai bentuk larangan terhadap gagasan dan
cita-cita pra-Islam. Meski demikian, gagasan-gagasan yang sudah tumbuh tidak
mudah untuk dihilangkan, dan satu suara saja tidak cukup kuat untuk
menghilangkan masa lalu. (Philip K. Hitti:2002:108)
2.2.1 Kondisi
Sosial Masyarakat Jahiliah
Secara umum, sejarah Arab
terbagi ke dalam tiga periode utama:
1. Periode
Saba-Himyar, yang berakhir pada awal abad keenam Masehi.
2. Periode Jahiliyah, yang dalam satu segi
dimulai dari penciptaan Adam hingga kedatangan Muhammad, tetapi lebih khusus
lagi__ seperti yang digunakan dalam buku ini__ meliputi kurun satu abad
menjelang kelahiran islam.
3. Periode
Islam, sejak kelahiran Islam hingga masa sekarang.
Sebagian besar masyarakat Arab
Utara, termasuk Hijaz dan Najed adalah masyarakat Nomad. Sejarah orang-orang
baduui pada dasarnya dipenuhi dengan kisah peperangan gerilya, yang disebut
dengan ayyam
al-Arab (Hari-hari Orang Arab). Selama periode itu terjadi bebagai serangan
dan perampokan, tanpa pertumpahan darah. Masyarakat yang bermukim di Hijaz dan
Najed tidak dikenal sebagai pemilik peradaban yang maju, keadaan mereka berbeda
dengan tetangga dan kerabat mereka, yaitu orang-orang Nabasia, Palmyra, Gassan
dan Lakhmi, oleh karena itu kajian kita tentang periode jahiliyah dibatasi pada
analisis tentang berbagai pertempuran antara suku-suku badui utara sekitar satu
abad sebelum Hijrah, dan pada catatan tentang pengaruh budaya-budaya luar
terhadap kehidupan penduduk Hijaz menjelang kedatangan islam.
Catatan yang ada hanya
memberikan sedikit informasi tentang periode Jahiliyah. Sumber-sumber yang
menjelaskan periode ini, karena orang-orang Arab Utara tidak punya budaya
tulis, hanyalah riwayat, legenda, peribahasa, dan terutama sya’ir yang
sayangnya tidak satupun dituangkan dalam bentuk tulisan sebelum abad ke dua dan
ke tiga Hijriah. Orang-orang Arab Utara baru mengembangkan budaya tulis
menjelang masa Muhammad.
Salah satu fenomena sosial yang
menggejala di Arab menjelang kelahiran islam adalah apa yang dikenal dengan
sebutan “ Hari-hari orang Arab “ (ayyam al-Arab).Ayyam al-Arab merujuk pada permusuhan antar
suku yang secara umum muncul akibat persengketaan seputar hewan ternak, padang
rumput atau mata air. Persengketaan itu menyebabkan seringnya terjadi
perampokan dan penyeranganya, dan memunculkan sejumlah pahlawan lokal. Para
pemenang dari suku-suku yang bersengketa menghasilkan perang sya’ir yang penuh
kecaman diantara para penya’ir yang berperan sebagai juru bicara setiap pihak
yang bersengketa. Meskipun selalu siap untuk berperang, orang-orang badui tidak
serta merta berani mati. Jadi mereka bukanlah manusia haus darah seperti yang
mungkin dikesankan dari kisah-kisah yang kita baca. Meskipun demikian Ayyam al-Arab merupakan cara alami untuk
mengendalikan jumlah populasi orang-orang badui yang biasanya hidup dalam
kondisi semi kelaparan, dan yang telah menjadikan peperangan sebagai jatidiri
dan watak sosial. Berkat Ayyam
al-Arab itulah pertarungan antar suku menjadi salah satu institusi sosial keagamaan
dalam kehidupan mereka.
Salah satu peperangan antar
suku-suku badui yang paling awal dan paling terkenal adalah perang Basus yang
terjadi pada akhir abad kelima antara Banu Bakr[1]dan keluarga dekat mereka dari Banu Taghlib di Arab sebelah
timur laut. Kedua suku itu beragama kristen dan mengklaim sebagai keturunan
Wa’il. Konflik diantara mereka muncul karena seekor unta betina milik seorang
perempuan tua suku Bakr bernama Basus dilukai oleh kepala suku Taghlib. Menurut
legenda Ayyam
al-Arab, perang itu berlangsung selama 40 tahun dengan cara
menyerang dan merampok satu sama lain. Sementara itu, api peperangan terus
dikobarkan lewat ungkapan-ungkapan puitis. Perang saudara itu berakhir setelah
al-Mundzir III dari Hirah turun tangan, dan setelah kedua belah pihak lelah
berperang.
Lalu, perang lain tidak kalah
tenarnya adalah Perang Dahis dan al-Ghabra, yang menjadi salah satu peristiwa
paling terkenal dari periode Jahiliah, perang itu melibatkan suku ‘Abs dan suku
saudara perempuannya, yaitu Dzubyan di Arab Tengah. Wangsa Ghathafan merupakan
leluhur kedua suku itu. Peristiwanya dipicu oleh tindakan curang orang-orang
Dzubyan dalam sebuah balapan antara kuda yang bernama Dahis milik kepala suku
‘Abs dan keledai yang bernama al-Ghabra milik kepala suku Dzubyan. Peperangan
itu pecah pada paruh kedua abad keenam, tidak lama setelah tercapainya
perdamaian Basus, dan berhenti selama beberapa dekade hingga masa islam. Pada
peperangan inilah ‘Antarah ibn Shaddad al-‘Absi, pahlawan di zaman heroisme Arab,
kondang sebagai penyair dan prajurit.(Philip K. Hitti:2002:108)
2.2.4 Kondisi
Politik Masyarakat Jahiliyah
Najed sebuah dataran tandus yang
berfungsi sebagai penghambat , memiliki tiga kota di antaranya Taif
, Makkah dan Madinah ( kota yang bertetangga). Najed tidak pernah di
jajah oleh negara lain kecuali sebagian kecil wilayah bagian utara yang di
kuasai dan diperebutkan oleh Imperium Persia dan Romawi. Sehingga masyarakat
Arab terpecah belah sehingga mereka membuat masing-masing suku.
Masyarakat Arabia terpecah
belah, retak menjadi kepingan – kepingan disebabkan permusuhan antar
suku. Peperangan dan penyerbuan antar suku bagaikan kesibukan setiap
hari. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau
solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Orang Arab tidak mengenal sistem pemerintahan pusat
, karenanya jika terjadi permusuhan antara suku-suku
tersebut tidak ada pihak yang menjadi penengah sehingga dapat menjadikan
peperangan ini berlangsung selama bertahun-tahun (wildana wargadinata dan laily
ftriani, 2008 : 41).
Peperangan antar suku atau
kabilah sering terjadi sehingga sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang
mendarah daging dalam diri orang arab. Dalam masyarakat yang suka berperang menyebabkan
harkat martabat menjadi rendah. Dunia arab ketika itu merupakan keadaan
peperangan yang terjadi bertahun-tahun. Pada sisi lain , masyarakat Arab tunduk
kepada Syekh atau Amir (ketua kabilah) itu dalam hal peperangan , pembagian
harta rampasan dan pertempuran tertentu . selain itu amir tidak berhak mengatur
kabilah-kabilah (Yatim Badri, 2001:11).
2.2.5 Kondisi
Keagamaan Masyarakat Jahiliyah
Secara tabiat orang Arab pada
masa jahiliyah juga mencari kekuatan diluar diri mereka yang mereka anggap
lebih hebat, lebih kuat, lebih segala-galanya yang dapat menjaditempat mereka
mengadu, berlindung, dan meminta pertolongan pada saat mereka mengalami
kesulitan, ketakutan, dan tertekan. Mereka mencari sosok yang dapat mereka
sembah. Untuk merealisasikan hal tersebut mereka menggunakan berbagai macam
perantara, sebagaimana yang dituturkan Dr. Jawwad Aliy dalam bukunya
al-mufassol fi al-Tarikh al-Arab qobla al-Islam(1993:6:5)
وللعرب قبل الاسلام مثل سائر الشعوب الأخرى تعبدوا
الالهة, وفكروا في وجود قوي عليا لها عليهم حكم وسلطان, فحاولوا كما حاول غيرهم
التقرب منها واسترضاءها بمختلف الوسائل والطرق, ووضعوا لها أسماء وصفات, وخاطبوها
بألسنتهم وبقلوبهم, سلكوا في ذلك جملة مسالك, هي ما نسميها في لغاتنا الدين.
Kebanyakan orang
bangsa Arab masih meyakini dan melaksanakan ajaran yang
disampaikan nabi Ibrahim yang kemudian diteruskan nabi Ismail. Sepeninggal nabi
Ismail ajaran ini mulai memudar dengan banyaknya ajaran-ajaran yang terlupakan
dari praktik keagamaan dan rutinitas kehidupan mereka. Hanya saja ajaran inti
yang disampaikan nabi Ibrahim masih terjaga sampai munculnya Amr bin Luhayy
seorang pemimpin bani Khuza’ah yang memiliki akhlaq agung seperti baik hati,
dermawan, serta perhatiannya terhadap masalah keagamaan yang begitu tinggi dan
mungkin itulah yang menjadikan dirinya sangat dihormati dan dipercaya oleh
orang Arab pada saat itu.
Adapun yang menjadi awal mula
munculnya berhala dan dijadikannya berhala sebagai sesembahan adalah kepergian
Amr bin Luhayy yang menurut syaikh shafiyyurrahman menuju syam, sedang menurut
Hitti pada bukunya History of the Arabs yang dikutib dari Ibnu Hisyam menuju
Moab atau Mesopotamia. Disana dia melihat penduduk melakukan pemujaan terhadap
berhala. Dari apa yang dilihatnya tersebut dia memberika respon positif
sehingga pada saat dia pulang dia membawa satu berhala yaitu Hubal yang
diletakan didalam Ka’bah.
Hubal adalah dewa yang paling
tinggi diantara dewa-dewa yang lain hubbal digambarkan dalam bentuk manusiayang
memiliki tangan emas yang melambangkan sifat yang dimilikinya yaitu penguasa,
pengasih dan penyayang. Selain hubal ada tiga lagi dewi yang diagungkan oleh
bangsa Arab yaitu al-Lat, al-Uzza dan Manat ketiganya dianggap sebagai putri
Allah. Orang Arab selain memuja dewa-dewi tersebut juga masih menyembah
dewa-dewa kecil lain yang seperti Dzu al-Kholashoh yaitu dewa-dewa yang
mengambil nama tempat pemujaan, Dzu al-Kaffayn dan Dzu al-Rijl dan Yaghuts,
Wuud, Yauq, Suwa’ yang penamaannya sesuai dengan sifat ketuhanan seperti
mencintai, menjaga, menolong, dan menghakimi.
Tuhan yang diakui
oleh seluruh Jazirah Arab adalah Allah, Allah adalah tuhan yang sifat-sifatnya
sama dengan Allah tuhan umat muslim saat ini hanya saja semua sifat dan
fungsi-Nya diserahkan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan kecil yang disebut pada
paragraf sebelumnya. Semua ini ditemukan pada prasasti di kawasan Arab Selatan
dan Utara, sebagai mana yang di tulis Ismail R al-Faruqi dan Lois Lamya
al-Faruqi dalam Atlas Budaya Islam(1998:101), prasasti Arabia Selatan (Ma’in,
Saba’, Qathaban) maupun Arabia Utara(Lihyan, Tsamud, dan Shafa)membuktikan
bahwa Tuhan Agung yang disebut Al-Ilah atau Allah sudah disembah sejak
zaman.
Paada saat ditaklukannya kota
Makkah oleh Rosulullah semua berhala-berhala yang ada dihancurkan termasuk
Hubal, lata, Uzza, Manat dan 360 berhala yang berada disekitar Ka’bah
sebagaimana yang disebutkan Syaikh Shafiyyurrahman Mubarrakfuri dalam kitab
al-Rahiiq al-Makhtuum yang dikutib dari kitab Mukhtashar Siratur Rasul(2013:31
trjmh), tatkala Rasulullah menaklukan Makkah, disekitar Ka’bah terdapat
tiga ratus enam puluh berhala. Beliau memecahkan berhala-berhala itu hingga
berjatuhan semua, lalu memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan
dari masjid dan dibakar.
Pada dasarnya selain Amr bin
Luhayy ada empat hal yang sangat mempengaruhi penyembahan bangsa-bangsa Arab
terhadap berhala-berhala seperti yang di kemukakan Ismail R al-Faruqi dan Lois
Lamya al-Faruqi dalam Atlas Budaya Islam(1998:100-101), pertama adalah keinginan manusia
akan dewa yang selalu berada didekatnya bila dibutuhkan. Kedua kecenderunga untuk mengagungkan
orang baik yang sudah meninggal, baik itu leluhur, kepala suku atau dermawan,
sampai tingkat kemanusiaannya menjadi ketuhanan. Ketiga rasa takut yang terus-menerus
yang dialami manusia ketika menyadari ketidak berdayaan mereka didalam
menghadapi peristiwa dahsyat yang tak dapat dijelaskan atau peristiwa alam
tragis. Keempat hampir tidak adanya keyakinan
transedentalis. Itulah mungkin yang akhirnya menjadikan bangsa Arab melenceng
dan meninggalkan agama Ibrahim.
Selain menyembah berhala ada
juga masyarakat Arab yang masih memegang teguh agama Ibrahim, memluk agama
Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Shabi’ah. Setidaknya ada dua periode yang dapat
dijadika tolak ukur keberadaan agama Yahudi di jazirah Arab:
Periode pertama sebagaimana yang
dituang syaikh Shafiyyurrahman Mubarakfuri yang dikutip dari kitab Qalbu
Jazirah al-Arab dalam kitab al-Rahiiq al-Makhtuum(2013:39),
penaklukan Babilonia dan al- Syiria di Palestina; hal ini menyebabkan orang
yahudi sebagian menjadi tawanan dan sebagian lagi hijrah menuju Hijaz dan
bermuki di kawasan utaranya.
Periode kedua dimulai sejak
pendudkan Romawi atas Palestina pada tahun 70 M; perpindahan ini terjadi akibat
tekanan yang dialami orang Yahudi saat itu sehingga memaksa mereka untuk pindah
ke Hijaz dan menetap di Yatsrib, Khaibar dan Taima’. Untuk masuknya agama
Yahudi ke Yaman itu melalui pejual jerami As’ad bin Abi Karb yang kelak ketika
anaknya Yusuf menjadi penguasa Yaman akan mengadakan pembantaian besar-besaran
terhadap orang Nasrani yang jumlahnya mencapai 20 sampai 40 ribu jiwa, menurut
syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarrakfuri yang beliau kutip dari kitab al-Yaman
Abrat Tarikh dalam kitab al-Rahiiq al-Makhtuum(2013:40), peristiwa itu terjad
pada tahun 523 M.
Menurut syaikh Shafiyyurrahman
al-Mubarrakfuri dalam kitab al-Rahiiq al-Makhtuum(2013:40), sedangkan agama
Nasrani masuk ke jazirah Arab melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan
Romawi. Kristenisasi mulai dilkukan orang Habasyah mulai pendudukannya atas
Yaman pada tahun 340 M. Pada saat pendudukannya ini juga muncul di Najran
seorang yang zuhud dengan tulus mengajarkan ajarn kristen sehingga membuat
peduduk Najran tertarik untuk memeluk agama Nasrani. Masuk untuk kedua kalinya
setelah pembantaian yang dilakukan Dzu Nuwas[6] terhadap orang Nasrani pada tahun 525 M, hal ini
sebagai balasan atas perlakuan Dzu Nuwas, saat itu Yaman berada dibawah
kepemimpinan Abrahah, ditangannya Nasrani melebarkan sayapnya seluas-luasnya
sampai-sampai dia membuat bangunan tandingan untuk Ka’bah dengan tujuan agar
ibadah yang dilakukan orang Arab berpindah ke Yaman. Agaknya usahanya untuk
menandingi Ka’bah ini kurang membuahkan hasil yang memuaskan sehingga dia
hendak menghancurkan Ka’bah akan tetapi itu gagal dan justru dia harus meregang
nyawa pada saat memimpin pasukan untuk menghacurkan Ka’bah karena diserang oleh
burung ababil.
Agama majusi banyak dianut oleh
kalangan Arab yang berada didekat Persia sperti Irak, Bahrain, Hajar
dan teluk Arab yang bertangga dengannya. Sedang agama
shabi’ah dianut oleh suku Kaldaniyin (chaldaneans) di daerah Irak ini
beerdasarkan penggalian yang dilakukan oleh para arkeolog disana. Sebenarnya
agama ini adalah agama yang dianut kaum Ibrahim, yang sebenarnya selain di
Irak agama ini adalah agama asal masyrakay Yaman dan Syam pada zaman purbakala
sebelum datangnya agma-agama baru.
Kesimpulan
Sastra adalah sebuah
bentuk karya seni yang terdiri dari ucapan-ucapan yang indah, penuh
imaginatif/khayalan yang mampu menyentuh perasaan seseorang dan mampu memberi
pengaruh pada jiwa seseorang.
Pada dasarnya perkembangan Adab / Sastra Arab telah dimulai jauh sejak zaman
pra-Islam, atau yang sering kita kenal dengan Zaman Jahiliyah. Bahkan
berabad-abad sebelum islam datang telah berkembang banyak sekali berbagai macam
sastra dalam kalangan masyarakat Arab kuno. Namun pada pembahasanya, para
ulama’ sejarah hanya berfokus pada sekitar 150 tahun sebelum islam datang, atau
sekitar satu hingga dua abad masa pra-Islam. Jarang sekali ditemukan pembahasan
mengenai sastra sebelum masa itu.
Cukup banyak jenis-jenis sastra yang berkembang pada masa ini. Diantaranya yang
paling menonjol adalah syair atau puisi. Ini disebabkan syair memiliki tingkat
kebahasaan yang paling tinggi diantara sastra-sastra jenis lain. Banyak sekali
syair-syair indah yang tercipta pada masa ini. Syair dianggap sebagai symbol
ketinggian intelektual. Maka tidak heran jika para penyair-penyair di masa ini
sangat disanjung, bahkan menjadi orang yang sangat terkenal dan dianggap
memiliki kedudukan yang tinggi dimata masyrakat.
Batasan sastra Arab
pada masa sadr Islam dimulai dari masa kenabian sampai
berakhirnya khulafaurrasyidin (1-38H, 622-660M). Pada
periode ini, posisi prosa lebih unggul dari pada puisi, karena prosa dijadikan
nabi Muhammad sebagai sarana untuk berdakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Dha’if, Syauqi, Tarikh al-Adab
al-Arabi fi Asri al-Islami,(Darul Ma’arif)
Ali Muhinna, Abda’, Diwan Hassan Ibn Tsabit
Al-Anshari,(Lebanon:Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1994)
Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily Sastra
Arab Dan Lintas Budaya, (Malang:UIN Malang press, 2008),
K.Hitti Philip.2002. History
of the Arabs. Terj.R.Ceep Lukman Yasin dan Dedy Slamet Riyadi.
Jakarta: Serambi.
Aliy, Jawwad. 1993. Almufasshol
fi tarikh al arab qobla al islam. Baghdad : Jami’ah Baghdad.
Yatim Badri.2001. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Press.
Khairawati, dalam PDF Pengaruh Islam Terhadap
Kesustraan Arab.