Makalah Pengelolaan Ruang Kelas



Metapers.com - Wawasan dan kemampuan dalam mengelola kelas sangat dibutuhkan bagi calon para pendidik, demi keefektifan dan keoptimal proses belajar mengajar sehingga terwujud kondisi belajar yang kondusif. Ini berkaitan dengan kompetensi pedagogic dan social yang juga berkaitan dengan interaksi guru dan siswa dapat dikelola sehingga mampu mewujudkan proses pembelajaran yang efektif. Salah satu nya kajian tentang pengaturan ruang kelas.

 

Pengaturan ruang kelas adalah Proses seleksi dan penggunaan alat –alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem / organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuanya, bakatnya, dan energinya pada tugas –tugas individual. Pengaturan ruang kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksi edukatif. Agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik –baiknya oleh guru. Oleh karena itu, penulis mengangkat pembahasan tentang pengelolaan ruang kelas.

 

B. Rumusan Masalah

   1.      Apa pengertian pengaturan ruang kelas?

   2.      Bagaimana Pengaturan kondisi ruangan kelas yang aman dan nyaman?

   3.      Bagaimana Pengaturan ruang fisik kelas?

   4.      Bagaimana Pengaturan tempat duduk siswa yang baik?

 

C. Tujuan Makalah

   1.      Memberi pengetahuan tentang pengaturan ruang kelas.

   2.      Bisa menata kondisi ruangan kelas yang aman dan nyaman.

   3.      Memberi pengetahuan tentang pengaturan ruang fisik kelas.

   4.      Mengetahui pengaturan tempat duduk siswa yang baik.

 

D. Manfaat Makalah

   1.      Untuk mengetahui pengertian dari pengaturan ruang kelas.

   2.      Memberikan kondisi ruangan kelas yang aman dan nyaman.

   3.      Untuk mengetahui tentang pengaturan ruang fisik kelas.

   4.      Untuk menciptakan lingkungan kelas yang baik.

 


 

Pengertian Pengaturan Ruang Kelas


1. Pengertian Ruang Kelas

Di dalam Didaktik terkandung pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa, yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru  yang sama. Dengan batasan pengertian  seperti tersebut diatas maka ada 3 persyaratan untuk dapat terjadinya.

Pertama   :Sekelompok  anak, walaupun  dalam waktu  yang sama bersama- sama menerima pelajaran, tetapi jika bukan pelajaran yang sama dari guru yang sama, namanya bukan kelas

Kedua         :Sekelompok  anak  yang  dalam  waktu  yang  sama  menerima pelajaran yang sama dari guru yang berbeda, namanya juga bukan kelas.

Ketiga      :Sekelompok anak yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama tetapi jika pelaran tersebut diberikan secara bergantian, namanya juga bukan kelas.[1]

Jadi  sekali  lagi  ditegaskan  bahwa  dalam  pembicaraan  yang  dimaksud dengan  kelas  adalah  suatu  pengertian  yang  terkandung  dalam  maksud  seperti tersebut diatas. Dengan perkataan lain yang dimaksud disini adalah kelas dengan sistem pengajaran klasikal dalam pelaksanaan pengajaran secara tradisional.

Sedangkan kelas menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua pandangan

1.   Pandangan dari segi siswa seperti dalam contoh pembicaraan : “Dikelas saya terdapat 20 siswa putra dan 15 siswa putri

2.   Pandangan dari segi fisik seperti contoh pembicaraan : Kelas ini berukuran 6 x 8 meter persegi”[2]

Dari semua pengertian kelas diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan kelas dalam pandangan didaktik adalah haruslah ada yang diajar dan ada yang mengajar serta ada pelajaran yang diajarkan secara seragam. Sedangkan dalam pengertian umum kelas dapat dibedakan dari sudut pandangan siswanya dan fisik   kelas   itu   sendiri.   Bila   kelas   dipandang   dari   segi   siswanya   berarti membicarakan   tentang   orang   yang   menempati   tempat   tersebut,   bila   yang menempati ruangan tersebut seorang pelajar maka dapat dikatakan sebagai kelas. Sedangkan kelas bila dipandang dari segi fisiknya maka akan jelas sekali ada perbedaan dengan rumah maupun ruangan lainnya, hal ini di karenakan didalam kelas pastilah ada meja dan kursi belajar.

 

2. Pengertian Pengaturan

Pengaturan dapat pula diartikan dengan pengelolaan, menurut kamus bahasa Indonesia kalimat ini berasal dari kata manajemen yang berarti penyelenggaraan.

Menurut Winataputra, menyatakan bahwa Pengelolaan Kelas adalah serangkaian  kegiatan  guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya  tingkah laku siswa  yang diharapkan  dan menghilangkan  tingkah  laku siswa  yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosoi- emosional yang positif , serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif.[3]

Akhmad Sudrajat, menyatakan bahwa: Pengelolaan Kelas lebih berkaitan dengan   upaya-upaya   untuk  menciptakan   dan  mempertahankan   kondisi   yang optimal bagi terjadinya  proses belajar (pembinaan rapport, penghentian  perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian  tugas  oleh  peserta  didik  secara  tepat  waktu,  penetapan  norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas.[4]         

Dan menurut Winzer menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial.

Dari pendapat  di atas maka dapat disimpulkan  bahwa pengelolaan  kelas adalah  kegiatan  yang  dilakukan  oleh  guru  yang  ditujukan  untuk  menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa)  dan  barang/  fasilitas.  Kegiatan  guru  tersebut  dapat  berupa  pengaturan kondisi dan fasilitas  yang berada di dalam kelas  yang diperlukan  dalam proses pembelajaran diantaranya tempat duduk, perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara, ventilasi) dll.

Peserta  didik  dalam  satu  kelas  biasanya   memiliki   kemampuan   yang beragam, ada yang pandai, sedang dan kurang. Sebenarnya tidak ada peserta didik yang pandai atau bodoh, yang lebih tepat adalah peserta didik dengan kemampuan lembat atau cepat dalam belajar.dalam materi yang sama, bagi peserta didik satu memerlukan dua kali pertemuan untuk dapat memahami isinya, namun bagi peserta didik lain perlu empat kali pertemuan untuk dapat memahaminya.

Untuk itu guru perlu mengatur kapan peserta didiknya bekerja secara perseorangan,  berpasangan, kelompok  atau klasikal.jika  kelompok,  kapan  peserta didik dikelompokkan berdasarkan kemampuannya sehingga ia dapat berkonsentrasi membantu  peserta  didik  yang  kurang,  dan  kapan  peserta  didik  dikelompokkan secara campuran berbagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya.

Selain  itu  kursi  dan  meja  peserta  didik  dan  guru  juga  perlu  ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik yakni memungkinkan hal-hal sebagai berikut :

·    Aksesibilitas : Peserta didik mudah menjangkau  alat atau sumber belajar yang tersedia

·    Mobilitas  :  Peserta  didik  dan  guru  mudah  bergerak  dari  satu  bagian kebagian yang lain dalam kelas

·    Interaksi : Memudahkan terjadinya interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik

·    Variasi    kerja  peserta  didik :  Memungkinkan  peserta  didik  bekerjasama secara perseorangan, berepasangan, atau kelompok[5]

 

Pengaturan Kondisi Ruangan Kelas


Pengaturan kondisi kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah lingkungan belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar apapun yang ditempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru perlu menata dan mengelola lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan menstimulasi setiap anak agar terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran.

Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya. Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut :

   1.      Penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif

   2.      Penataan ruang belajar sebagai sentral pembelajaran

   3.      Penetapan strategi pembelajaran

   4.      Penilaian hasil belajar

   5.      Pemanfaatan media dan sumber belajar

   6.      Penciptaan atmosfir belajar yang menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, dan menguatkan.

Kondisi Yang Mempengaruhi Penciptaan Iklim yang Kondusif  meliputi berbagai hal yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas seperti : Kompetensi dan kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian rupa dalam proses pembelajaran. Yang menjadi penekanan dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah penciptaan suasana pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan dan  menguatkan.

 

1. Menyenangkan dan mengasyikkan

Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan aspek afektif perasaan. Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke bisa. Guru hendaknya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru. Untuk keperluan itu guru-guru dilatih :

a. bersikap ramah

b. membiasakan diri selalu tersenyum

c. berkomunikasi dengan santun dan patut

d. adil terhadap semua siswa

e. senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.

f. menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa.

 

2. Mencerdaskan dan Menguatkan

Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif (pengetahuan) melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam.keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan kecakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih :

a. Memilih tema-tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

b. Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, karena jika anak senang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar.

c.  Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses pembelajaran.

d. Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah.




 

Pengaturan Ruang Fisik Kelas


Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan  kelas  perlu  ditata  dengan  baik  sehingga  memungkinkan  terjadinya interaksi  yang  aktif  antara  siswa  dengan  guru,  dan  antar  siswa. Ada  beberapa prinsip  yang perlu diperhatikan  oleh guru dalam menata lingkungan / ruang  fisik kelas menurut Loisell[6] yaitu:

a. Visibility ( Keleluasaan Pandangan)

Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang  guru, benda atau  kegiatan  yang sedang berlangsung.  Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.

b. Accesibility (mudah dicapai)

Penataan   ruang   harus   dapat   memudahkan   siswa   untuk   meraih   atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.

c. Fleksibilitas (Keluwesan)

Barang-barang  di dalam  kelas  hendaknya  mudah  ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.

d. Kenyamanan

Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.

e. Keindahan

Prinsip  keindahan  ini  berkenaan  dengan  usaha  guru  menata  ruang  kelas yang  menyenangkan  dan  kondusif  bagi  kegiatan  belajar.  Ruangan  kelas yang indah  dan  menyenangkan  dapat  berengaruh  positif  pada  sikap  dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk   bekelompok   dan   memudahkan   guru   bergerak   secara   leluasa   untuk membantu  dan  memantau  tingkah  laku  siswa  dalam  belajar.  Dalam  pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan  menurut Conny Semiawan,dkk[7]. yaitu:

1.  Ukuran bentuk kelas

2.  Bentuk serta ukuran bangku dan meja

3.  Jumlah siswa dalam kelas

4.  Jumlah siswa dalam setiap kelompok

5.  Jumlah kelompok dalam kelas

6.   Komposisi  siswa  dalam  kelompok  (seperti  siswa  yang  pandai  dan  kurang pandai, pria dan wanita).

 

Adapun faktor – faktor yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan kelas, yaitu :

a. Ventilasi dan Tata Cahaya

1)      Ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas

2)      Sebaiknya tidak merokok

3)      Pengaturan cahaya perlu diperhatikan

4)      Cahaya yang masuk harus cukup

5)      Masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan

 

b. Pemeliharaan Kebersihan dan Penataan Keindahan Ruang Kelas

- Pemeliharaan Kebersihan

1)      Siswa bergiliran untuk membersihkan kelas

2)      Guru memeriksa kebersihan dan ketertiban dikelas

 

- Penataan Keindahan

1)      Memasang hiasan dinding yang mempunyai nilai edukatif (contohnya Burung Garuda,    Teks   Proklamasi, Slogan Pendidikan, Para Pahlawan, Peta/Globe)

2)      Mengatur tempat duduk siswa, lemari, rak buku, dan semacamnya secara rapi (Untuk penempatan buku diletakkan di depan dan alat peraga di belakang)

3)      Merapikan meja guru dengan memakai taplak meja, vas bunga, dan sebagainya




 

Pengaturan Tempat Duduk Siswa

Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal.tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang.

Pada prinsipnya, kriteria tempat duduk yang memadai adalah tempat duduk yang bisa menunjang kegiatan belajar mengajar, yaitu aman dan nyaman untuk dipergunakan. Di antara aspek yang perlu diperhatikan mengenai tempat duduk di antaranya adalah sebagai berikut :

a Segi Keamanan

Guru atau murid yang menempati tempat duduk tersebut benar-benar merasa aman sehingga tidak perlu khawatir akan jatuh atau celaka. Dengan demikian mereka dapat berkonsentrasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.


b. Segi
Kenyamanan

Kenyamanan di sini bukan berarti tempat duduk itu harus empuk (tetapi jika mampu demikian tidak masalah), melainkan tempat duduk tersebut cukup enak digunakan, dilihat dari alas yang diduduki harus datar dan jangan sampai miring, mempunyai sandaran, tidak terlalu ke depan atau ke belakang. Perbedaan tinggi antara tempat duduk dengan tempat menulis harus memadai.

 

c. Segi Ukuran

Agar merasa aman dan nyaman, sebaiknya diperhatikan kondisi tempat duduk yang memenuhi hal-hal berikut :

1)      Tempat duduk guru lebih tinggi dari tempat duduk siswa, agar guru mudah mengawasi setiap kegiatan siswa.

2)      Meja dan kursi untuk siswa sebaiknya :

a)      Terpisah, agar memudahkan pengaturan untuk kegiatan lainnya.

b)      Bentuknya sederhana, kokoh, dan bahannya kuat.

c)      Ukuran daun meja adalah 100cm x 50cm (standar)

d)     Tinggi meja kurang lebih setinggi pinggul siswa.

e)      Tinggi kursi kurang lebih setinggi lutut siswa.

 

Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan sekarang bermacam-macam, ada yang satu tempat duduk untuk beberapa orang, atau hanya untuk seorang siswa. Sebaiknya tempat duduk siswa ukurannya tidak terlau besar, agar mudah diubah-ubah formasi tempat duduknya sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, pada pengajaran dengan cara berdiskusi, maka formasi tempat duduk sebaiknya berbentuk melingkar.

Jika pengajaran ditempuh dengan metode ceramah, tempat duduknya sebaiknya berderet memanjang kebelakang atau berbentuk farmasi tapal kuda (pola ini guru berada di tengah siswa). Pola ini dapat digunakan apabila pelajaran banyak memerlukan tanya jawab antara guru dan siswa dan lebih memudahkan saling berkomunikasi atau konsultasi.

Di samping susunan meja dan kursi yang fleksibel menurut pola formasi tertentu, khususnya siswa SD/TK pada waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar tidak terlalu terpaku duduk di kursi akan tetapi dapat juga duduk di tikar atau karpet yang bergambar atau berabjad, belajar mereka harus disesuaikan dengan kegiatan yang dilaksanakan pada waktu itu, karena siswa TK perlu lebih banyak praktik untuk melatih kecerdasan psikomotorik mereka.[8]

 

Sebenarnya  banyak macam posisi tempat duduk yang biasa digunakan  di dalam kelas seperti berjejer ke belakang, bentuk setengah lingkaran, berhadapan, dan sebagainga. Biasanya posisi tempat duduk berjejer kebelakang digunakandalam kelas   dengan   metode   belajar   ceramah.   Dan   untuk   metode   diskusi   dapat menggunakan  posisi setengah lingkaran atau berhadapan.  Dan sebagai alternatif penataan  tempat  duduk  dengan  metode  kerja  kelompok  atau  bahkan  bentuk pembelajaran kooperatif, maka menurut Lie[9] ada beberapa model penataan bangku yang biasa digunakan dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya seperti:

1.      Pengaturan tempat duduk tipe formal/berderet

                        Jenis pengaturan tersebut kadang-kadang mengurangi kemampuan belajar siswa, karena membuat guru mempunyai otoritas mutlak dan membuat siswa tergantung pada guru dan tidak terjadi komunikasi kelompok.

2.      Pengaturan tempat duduk tipe berkelompok

Pada tipe tempat duduk ini, siswa lebih mudah berkomunikasi tanpa terbatas, sehingga terjadi interaksi dan tolong-menolong antar anggota, dua unsur penting dalam tipe ini, yaitu : kepemimpinan dan kerja sama. Hal yang diperhatikan guru adalah, anggota tiap kelompok tidak lebih dari enam siswa, dengan seorang pemimpin dan posisi guru adalah sebagai pembimbing kelompok.

3.      Pengaturan tempat duduk tipe tapal kuda 

Tipe tempat duduk tapal kuda menggambarkan otoritas guru dan memisahkan guru dari semua kelompok, namun tetap memberikan pengawasan pada setiap anggota kelompok. Tipe ini mempermudah konsultasi dan komunikasi antara guru dan siswa, namun formasi ini akan memakan banyak waktu ketika setiap anggota kelompok harus mempresentasikan tugas pada anggota kelompok lain atau memerlukan adanya diskusi antar anggota, karena harus mengubah formasi tempat duduk.

4.      Pengaturan tempat duduk tipe bundar dan persegi

Tipe meja bundar dan persegi dapat digunakan untuk format pembelajaran diskusi, pada tipe ini tidak terdapat pemimpin kelompok, dan tipe ini sangat sesuai untuk pembelajaran yang memerlukan ingatan atau praktek langsung, seperti pada pembelajaran tari atau olahraga, sehingga siswa dapat leluasa melihat guru dan langsung bisa mempraktekkan apa yang diajarkan oleh guru/pelatih.

Formasi kelas berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi susunan yang permanen,  namun  hanya  sebagai  alternatif  dalam  penataan  ruang  kelas.  Jika meubeler (meja atau kursi) yang ada diruang kelas dapat dengan mudah dipindah pindah, maka sangat mungkin menggunakan beberapa formasi ini sesuai dengan yang diinginkan.

1.   Formasi Huruf U

Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat  guru  dan/atau  melihat  media  visual  dengan  mudah  dan  mereka dapat saling berhadapan langsun g satu dengan yang lainnya. Susunan ini ideal  untuk membagi  bahan  pelajaran  kepada  peserta  didik  secara  cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.

2.   Formasi Corak Tim

Guru mengelompokkan mejameja setengah lingkaran di ruang kelas agar memungkinkan  peserta didik untuk melakukan interaksi tim. Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling akrab. Jika hal ini dilakukan, beberapa peserta didik harus memutar kursi mereka  melingkar  menghadap  kedepan  ruang  kelas  untuk  melihat  guru, papan tulis atau layar.  Atau  guru  dapat meletakkan  kursi-kursi  setengah lingkaran sehingga tidak ada peserta didik yang membelakangi papan tulis.

3.   Formasi Meja Konferensi

Formasi ini baik sekali dilakukan jika meja berbentuk persegi panjang. Susunan  ini  dapat  mengurangi  peran  dominan  guru  dan  lebih mengutamakan peran penting peserta didik.

 

4.   Formasi Lingkaran

Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh. Jika guru menginginkan peserta   didik   memiliki   tempat   untuk   menulis,   hendaknya   digunakan susunan Pharipherial , yakni meja ditempatkan dibelakang peserta didik. Memutar kursinya melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.

5.   Formasi Kelompok Untuk Kelompok

Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau untuk menyusun   permainan   peran,   berdebat   atau   observasi   dari   aktifitas kelompok. Guru dapat meletakkan meja pertemuan ditengah-tengah, yang dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

6.   Formasi Tempat Kerja

Susunan ini tepat untuk lingkaran tipe laboratorium, dimana setiap peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti mengoprasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama.

7.   Formasi Pengelompokkan Terpisah

Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, guru dapat meletakkan  meja  dan  kursi  dimana  kelompok  kecil  dapat  melakukan aktifitas  belajar  didasarkan  pada tim.  Guru  dapat  menempatkan  susunan pecahan-pecahan  kelompok  saling  berjauhan  sehingga  tim-tim  itu  tidak saling mengganggu. Tetapi hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas, sehingga hubungan diantara peserta didik sulit dijaga.

8.   Formasi Susunan Chevron

Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari baris lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.

 

9.   Kalas Tradisional

Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja dan kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan  kursi-kursi dalam pasangan-pasangan untuk memungkinkan penggunaan teman belajar. Guru dapat mencoba membuat nomor genap dari baris-baris dan ruangan yang cukup  diantara  mereka  sehingga  pasangan-pasangan  peserta  didik  pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka malingkar dan membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis dibelakang mereka pada baris berikutnya.

10. Formasi Auditorium

Formasi auditorium merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas, meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk dilakukan guru  guna  mengurangi   kebosanan  peserta  didik  yang  terbiasa  dalam penataan ruang kelas tradisonal.jika sebuah kelas tempat duduknya dapat dengan   mudah   dipindah-pindah   maka   guru   dapat   membuat   bentuk pembelajaran ala auditorium untuk membentuk hubungan yang lebih erat dan memudahkan peserta didik melihat guru.[10]

 

Dan masih ada beberapa bentuk posisi tempat duduk yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif ini.  Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu memperhatikan  jumlah siswa dalam satu kelas yang kan disesuaikan  pula dengan metode yang akan digunakan.

 

Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan   saja.   Tetapi   seorang   guru   perlu   mempertimbangkan   karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa.

 

Menurut  Abu  Ahmadi  dan  Widodo  Supriyono[11]   melihat  siswa  sebagai individu dengan segala perbedaan dan persamaannya yang pada intinya mencakup ketiga aspek di atas. Persamaan dan perbedaan dimaksud adalah :

1.   Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi).

2.   Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan

3.   Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar

4.   Persamaan dan perbedaan dalam bakat

5.   Persamaan dan perbedaan dalam sikap

6.   Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan

7.   Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan / pengalaman

8.   Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah

9.   Persamaan dan perbedaan dalam minat

10. Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita

11. Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan

12. Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian

13. Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan

14. Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan.

 

Berbagai  persamaan  dan  perbedaan  kepribadian  siswa  di  atas,  sangat berguna dalam membantu usaha pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan siswa dan penataan tempat duduk dengan metode belajar kelompok guna menciptakan lingkungan belajar aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat terlaksana.

 

Penempatan   siswa  kiranya  harus   mempertimbangan   pula  pada  aspek biologis seperti, postur tubuh siswa, dimana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh   tinggi   dan   atau   rendah.   Dan   bagaimana   menempatkan   siswa   yang mempunyai kelainan dalam arti secara psikologis, misalnya siswa yang hiper aktif, suka melamun, dll.

 

A.    Kesimpulan

 

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan ruang kelas dalam manajemen kelas adalah menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan memungkinkan anak duduk berkelompok, memudahkan guru bergerak secara kuasa untuk membantu siswa dalam belajar. Yang memperhatikan hal-hal berikut: Ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas, komposisi siswa dalam kelompok.

 

Pengaturan Lingkungan Fisik Kelas berkaitan dengan penciptaan lingkungan yang baik dengan mendesain tempat duduk siswa supaya tercipta suasana kelas yang mampu mendorong siswa belajar dengan baik. Pengaturan tempat Duduk Siswa :

a)   Pengaturan tempat duduk tipe formal/berderet

b)   Pengaturan tempat duduk tipe berkelompok

c)   Pengaturan tempat duduk tipe tapal kuda

d)   Pengaturan tempat duduk tipe bundar dan persegi

 

B.     Saran

Seharusnya bagi para calon pendidik untuk memperhatikan hal hal yang berkaitan dengan pengelolaan kelas agar suasana belajar dan mengajar dikelas menjadi lebih kondusif dan tentram.


DAFTAR PUSTAKA

 

Anita Lie. Cooperative Learning (Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). (Jakarta: PT Grasindo 2007), 52

Departemen agama, Kegiatan Pembelajaran, (Jombang, 2003)

Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum berbasis Kompetensi Kegiatan Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Agama, 2003), 25-34

Hery Hernawan, Asep. 2006. Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI PRESS, hal. 9 

Suharsimu Arikunto,Pengelolaan Kelas Dan Siswa, (Jakarta: Raja Grafindo, 1987)

Udin S. Winataputra.. Srategi Belajar mengajar. (Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional 2003)

            http://udhiexz.wordpress.com/2019/10/14/pengelolaan-kelas



[1] Suharsimu Arikunto,Pengelolaan Kelas Dan Siswa, (Jakarta: Raja Grafindo, 1987),  hlm.18

[2] Ibid …18

[3] Udin S. Winataputra.. Srategi Belajar mengajar. (Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional 2003), hlm.8

[4] Winataputra… 9

[5] Departemen agama, Kegiatan Pembelajaran, (Jombang, 2003), hlm.24

[6] Winataputra… 22

[8] Hery Hernawan, Asep. 2006. Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI PRESS, hal. 9  

[9] Anita Lie. Cooperative Learning (Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). (Jakarta: PT Grasindo 2007), 52

[10] Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum berbasis Kompetensi Kegiatan Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Agama, 2003), 25-34


Previous Post Next Post

Terkini