Metapers.com - Nenek moyang bangsa Indonesia bukanlah manusia-manusia jenis Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecantropus Erectus, Homo Soloensis, atau Homo Wajakensis. Walaupun terdapat di Indonesia, manusia-manusia jenis itu sudah punah. Banyak ahli - ahli yang menyampaikan pendapatnya tentang Asal - Usul Bangsa Indonesia. Ada pendapat yang diterima dan ada juga yang tidak, dan pendapat yang diterima itulah yang disebut sebuah teori. Berikut adalah 15 Nama Ahli beserta pendapatnya tentang Asal - Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia :
Teori asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia
1. Drs. Moh. Ali
Negroid (orang Tapiro Irian/Papua).
Ciri-ciri : kulit hitam, rambut keriting, bertubuh kecil.
Weddoid (orang Senoi di Malaya, Sakai di Siak, Kubu di Palembang).
Ciri-ciri : rambut berombak tegang, lengkung alis menonjol ke depan, kulit agak coklat.
Melayu (Suku jawa).
Ciri-ciri : tubuh tinggi & ramping, wajah bulat, hidung pesek, rambut hitam, kulit sawo matang.
Menurut Jejak Jejak Masyarakat Awal Indonesia
Untuk mengetahui asal nenek moyang bangsa Indonesia, kita dapat
menggunakan dua cara, yakni persebaran rumpun bahasa dan persebaran kebudayaan
bercocok tanam.
1. Rumpun
Bahasa Melayu Austronesia
Bahasa yang tersebar di Indonesia termasuk rumpun bahasa Melayu Austronesia.
Rumpun bahasa ini meliputi wilayah yang luas: dari Madagaskar di Afrika sampai
ke Melanesia dan Polinesia di Samudera Pasifik, lalu dan Taiwan sampai ke
Indonesia. Penggunaan bahasa Melayu Austronesia di wilayah yang luas itu erat
kaitannya dengan persebaran penduduk yang menggunakan bahasa tersebut.
Para pakar sejarah berpendapat bahwa bahasa Melayu Austronesia berasal dari Taiwan. Sekitar 5000 SM, masyarakat di Taiwan menggunakan bahasa yang disebut Proto Austronesia (Austronesia kuno).
Masyarakat di tempat itu telah mengenal cocok tanam dan beternak. Masyarakat itu kemudian menyebar ke sebelah selatan Cina, Vietnam, Semenanjung Malaya, lalu ke Indonesia. Ada juga yang mengarungi laut menuju Filipina terus ke arah kepulauan di Indonesia dan Samudera Pasifik.
2. Masyarakat Tani di Yunan
Peralihan dan kebudayaan berburu dan mengumpulkan makanan pada kebudayaan bercocok tanam merupakan perubahan amat besar. Perubahan itu tidak mungkin dilakukan oleh penduduk asli Indon esia yang sudah terbiasa dengan kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Para pakar sejarah menyimpulkan bahwa kebudayaan bercocok tanam diperkenalkan oleh masyarakat pendatang. Mereka ini sudah terbiasa dengan bercocok tanam dan beternak di tempat asalnya. Kebiasaan itu mereka terapkan di tempat baru di Indonesia. Pendatang inilah yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia.
Nenek moyang bangsa Indonesia ternyata berasal dan luar Indonesia, yaitu
dan daerah Yunan, di sebelah selatan Cina (sekarang RRC). Kesimpulan tersebut
dibuktikan oleh kesamaan artefak prasejarah yang ditemukan di wilayah itu
dengan artefak prasejarah di Indonesia. Dari artefak yang ditemukan di Yunan,
tampak bahwa sekitar 3000 SM, masyarakat di wilayah itu telah mengenal cocok
tanam.
Kemudian, masyarakat Yunan melakukan migrasi ke daerah sekitar Teluk Tonkin,
sebelah utara Vietnam. Di tempat itu mereka mengembangkan kebudayaan
bercocok tanam. Dari tempat itu, mereka melakukan migrasi ke Kepulauan
Indonesia. Migrasi dilakukan secara bergelombang. Gelombang yang satu dengan
yang berikut bejarak waktu lebih dan 1000 tahun.
Proses kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia
Menurut pakar sejarah, setelah kepunahan manusia jenis Meganthropus, Pithecantropus, dan Homo, Kepulauan Indonesia dihuni oleh manusia dan ras Austromelanosoid. Belum dapat dipastikan apakah mereka penduduk asli atau pendatang. Berdasarkan keserupaan artefak mesolithikum yang digunakan dengan artefak di Bacson-Hoabinh, dapat diperkirakan bahwa mereka berasal dan Teluk Tonldn. (Bacson Hoabinh terletak di Teluk Tonkin).
1. Kedatangan Proto-Melayu
Sekitar 2000 SM, penduduk dan ras Melayu Austronesia dan Teluk Tonkin bermigrasi ke Kepulauan Indonesia. Mereka biasa disebut Proto melayu atau Melayu Tua. Kedatangan mereka itu mendesak penduduk dan ras Austromelaneoid ke pedalaman, bahkan ke Indonesia bagian timur. Penduduk ras itu menjadi nenek moyang menduduk Papua sekarang.
Memasuki Kepulauan Indonesia, masyarakat Deuto-Melayu menyebar ke sepanjang pesisir. Ada juga di antara mereka yang masuk ke pedalaman. Keturunan Deutero-Melayu antara lain masyarakat Minang, Jawa, dan Bugis.
Masyarakat Deutero-Melayu membawa kebudayaan perunggu, yang dikenal dengan sebutan Kebudayaan Dong Son. Donon son adalah tempat di Teluk Tonkin tempat asal kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Artefak perunggu yang ditemukan di Indonesia serupa dengan artefak perunggu dan Dong Son.
Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Sebelum bangsa Melayu Austronesia masuk ke Indonesia, wilayah Indonesia sudah ada suku Weddid dan Negrito. Kedua suku tersebut berasal dari daerah Tonkin. Dari Tonkin kemudian menyebar ke Hindia Belanda, Indonesia, hingga pulau-pulau di Samudera Pasifik.
Suku Bangsa Melayu yang terdapat di Indonesia dalam proses menetapnya dibedakan menjadi dua yaitu
1. Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
2. Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu)
1. Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu) adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang kali pertama di Indonesia sekitar 2000 tahun SM. Kedatangan bangsa Austronesia dari daratan Yunan menuju Indonesia menempuh dua jalur berikut:
1. Jalur Utara dan Timur
2. Jalur Barat dan Selatan
1. Jalur Utara dan Timur
- Melalui Teluk Tonkin menuju Taiwan (Formosa), Filipina, Sulawesi, dan Maluku dengan membawa kebudayaan kapak lonjong.
- Persebaran periode Proto Melayu ini membawa kebudayaan batu baru/Neolithikum.
2. Jalur Barat dan Selatan
- Melalui Semenanjung Malaka, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara dengan membawa kebudayaan kapak persegi.
- Persebaran periode Deutro Melayu ini mebawa kebudayaan logam.
2. Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu)
Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu) adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang di Indonesia pada gelombang kedua terjadi pada sekitar 500 tahun SM. Bangsa Melayu Muda datang ke Indonesia melalui jalur barat, yakni berangkat dari Yunan, Teluk Tonkin, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaka, dan kemudian menyeberangi Selat Malaka hingga sampai di Kepulauan Indonesia.
Penyebaran manusia purba di Indonesia tidak berlangsung dalam satu tahap. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, kedatangan manusia purba di indonesia berlangsung tiga tahap yaitu zaman mesolithikum, zaman neolithikum, dan zaman perundagian.
1. Zaman mesolithikum
Terjadi gelombang masuk manusia purba melonosoid dan daerah teluk tonkin, vietnam, melalui jalur fhilipina, malaysia dan indonesia. Sisa keturunan bangsa melonosoid yang masih ditemukan, antara lain orang sakai di siak, orang aeta di filipina, orang semang di malaysia, dan orang papua melonosoid di indonesia
2. Zaman neolithikum (200 SM)
Terjadi perpindahan manusia purba dari rumpun bangsa melayu tua (proto melayu) dari daerah yunan, china, melalui jalur semenanjung malaya, indonesia, filipina, dan formosa. Kebudayaan neolithikum, khususnya jenis kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong.
3. Zaman perundagian
Terjadi perpindahan manusia purba dari rumpun bangsa melayu muda ( deutero melayu ) dari daerah teluk tonkin, vietnam ke daerah daerah di sebelah selatan vietnam, termasuk indonesia. Bangsa ini merupakan pendukung kebudayaan perunggu, terutama kapak corong nekara , moko, bejana perunggu, dan arca perunggu. Kebudayaannya sering disebut kebudayaan Don son karena berasal dari donson teluk tonkin)
Persebaran ras di Indonesia
Persebaran ras di Indonesia sudah ada sejak zaman es. Pada zaman es wilayah Indonesia bagian barat masih bersatu dengan benua Asia sedangkan daerah bagian timur bersatu dengan benua Australia. Pada masa itu telah tersebar 2 ras di Indonesia, yaitu :
1. Ras Mongoloid
Ras ini berasal dari daerah Asia Tengah (Mongoloid). Pada zaman es ini ras mongoloid tersebar di daerah Indonesia bagian Barat meliputi pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Dengan arus persebaran sebagai berikut.
Dari Mongolia menuju ke daerah- daerah dia Asia Tenggara seperti Vietnam, Laos, Thailand, Malaysia, Singapura, baru menuju ke Indonesia bagian barat. Semua ditempuh melalui jalar darat sebab saat itu bagian barat Indonesia masih bersatu dengan benua Asia Tenggara. Pada perkembangan selanjutnya terbentuklah pulau-pulau di Indonesia bagian barat seperti Sumatra, Kalimantan dan Jawa, daratan yang menjadi lautan disebut paparan sunda.
2. Ras Austroloid
Ras ini berpusat di Australia dan menyebar ke Indonesia bagian Timur khususnya wilayah Papua/Irian Jaya. Persebaran ke daerah inipun dilakukan melalui darat sebab saat itu papua masih bersatu dengan benua Australia perkembangannya daratan yang menjadi lautan disebut paparan sahul.
Sementara itu daerah di zone Wallacea seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku merupakan daerah penyaringan bagi migrasi manusia dan fauna dari paparan sunda ke paparan sahul maupun sebaliknya sehingga sangat terbatas sekali ras yang dapat masuk ke wilayah ini.
Jadi awalnya ras nenek moyang bangsa Indonesia adalah ras Mongoloid dan ras Austroloid.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 2000 SM mulai terjadi migrasi/ perpindahan ras dari berbagai daerah ke Indonesia, yaitu :
# Migrasi pertama, Ras Negroid
Ciri dari ras berkulit hitam, bertubuh tinggi, dan berambut keriting.
Ras ini datang ini dari Afrika. Di Indonesia ras ini sebagian besar mendiami daerah Papua.
Keturunan ras ini terdapat di Riau (pedalaman) yaitu suku Siak (Sakai), sertasuku Papua melanesoid mendiami Pulau Papua dan Pulau Melanesia.
# Migrasi kedua, Ras Weddoid
Ciri ras ini adalah berkulit hitam, bertubuh sedang, dan berambut keriting.
Ras ini datang dari India bagian selatan. Keturunan ras ini mendiami kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur (Kupang).
Sehingga secara umum ciri fisik masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut.
Tinggi badan berkisar antara 135-180 cm,
Berat badan berkisar antara 30-75 kg,
Warna kulit berkisar antara kuning langsat dan coklat hitam,
Warna rambut antara coklat dan hitam,
Bentuk rambut antara lurus dan keriting.
A. Budaya Bacson-Hoabinh
Diperkirakan berasal dari tahun 10.000 SM-4000 SM, kira-kira tahun 7000 SM. Awalnya masyarakat Bacson-Hoabinh hanya menggunkan alat dari gerabah yang sederhana berupa serpihan-serpihan batu tetapi pada tahun 600 SM mengalami dalam bentuk batu-batu yang menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong. Bentuknya ada yang lonjong, segi empat, segitiga, dan ada yang berbentuk berpinggang. Ditemukan pula alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang manusia yang dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah.
Ditemukan dalam penggalian di pegunungan batu kapur di daerah Vietnam bagian utara, yaitu di daerah Bacson pegunungan Hoabinh. Istilah Bacson-Hoabinh digunakan sejak tahun 1920-an untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang memiliki ciri dipangkas pada satu/ dua sisi permukaannya. Batu kali yang berukuran lebih kurang satu kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Ditemukan di seluruh wilayah Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat dan ke utara hingga propinsi-propinsi Selatan, antara 1800 dan 3000 tahun yang lalu.
B. Budaya Dong Son
Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan perunggu yang ada di Asia Tenggara. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Di daerah ini ditemukan segala macam alat-alat perunggu, alat-alat dari besi serta kuburan dari masa itu. Dongson adalah nama daerah di Tonkin, merupakan tempat penyelidikan yang pertama.Diperkirakan kebudayaan ini berlangsung pada tahun 1500 SM-500 SM. Bertempat di kawasan Sungai Ma, Vietnam.
Di daerah tersebut pada tahun 1920 ditemukan alat-alat perunggu diperkirakan berkaitan dengan kebudayaan Yunan, sebelah barat daya Cina, dan berbagai tempat di Indonesia. Meskipun benda-benda perunggu telah ada sebelum tahun 500 SM terdiri atas kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya) dan ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombok bertangkai, mata panah, dan benda-benda kecil lainnya.
PERBEDAAN BUDAYA BACSON HOABINH DAN DONGSON
BACSON HOABINH
1. Hidup semi nomaden
2. Zaman batu
3. Ditemukan Kapak Genggam Mesolithikum
4. Ditemukan Hache Courti ( Kapak pendek ) berbentuk bulat dan panjang
5. Ditemukan batu gilingan kecil untuk menggiling makanan dan bahan pewarna untuk berhias
6. Ditemukan Kapak Proto Neolithikum ( halus )
7. Seni lukisan pada gua dan kapak
DONGSON
1. Zaman logam
2. Meningkat tajam kehidupan sosial manusia
3. Meningkatnya penggunaan logam ( besi dan perunggu)
4. Seni arca dari logam dengan tehnik cetakan lilin
5. Seni nekara dari logam dengan tehnik setangkup
6. Ditemukan Kapak Perunggu, Bejana Perunggu, dll.
7. Ditemukan Cangkul Besi, Mata Pisau, dll.